Kamis, 28 Januari 2010

Hubungan antara intensitas mengikuti layanan bimbingan karir dengan wawasan karir siswa kelas IX SMP Negeri 2 Gorontalo

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pesatnya kemajuan teknologi serta meluasnya perkembangan infrastruktur informasi global telah mengubah pola dan cara kegiatan bisnis, industri, perdagangan, dan pemerintah. Perkem-bangan ekonomi berbasis ilmu pengetahuan dan Teknologi Informasi (IT) telah menjadi paradigma global yang dominan. Kemampuan untuk terlibat secara efektif dalam revolusi jaringan informasi akan menentukan masa depan kesejahteraan bangsa. Agar tidak semakin tertinggal terhadap negara-negara maju, Indonesia perlu melakukan terobosan sehingga secara efektif dapat mempercepat pendayagunaan teknologi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mempererat persatuan dan kesatuan bangsa yang merupakan landasan yang kokoh bagi pembangunan secara berkelanjutan.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam era globalisasi mengakibatkan tidak sedikit dunia kerja yang menerapkan system kerja serba mesin. Pembangunan lapangan kerja yang semakin meningkat dan serba cangggih menuntut para pekerja harus lebih terampil serta berbakat dalam bidangnya masing-masing. Hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa pihak pabrik akan melakukan pemangkasan para pekerja karena tenaga para pekerja telah digantikan dengan mesin. Apabila ini terjadi maka akan menambah tingginya tingkat pengangguran. Kehilangan pekerjaan, sulitnya mencari lapangan kerja serta susahnya menciptakan lapangan kerja akan membuat stress serta mental para pekerja maupun pelamar yang drop. Kurang siapnya para pekerja kehilangan lapangan pekerjaan, diduga diakibatkan dari kurangnya perencanaan karir, karir yang tidak matang, kurangnya wawasan karir sebelum memasuki dunia kerja dalam lingkungan masyarakat atau sekolah.
Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi yang didalamnya memuat struktur kurikulum, telah mempertajam perlunya disusun dan dilaksanakannya program pengembangan diri yang bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga pendidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan Bimbingan dan Konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi, kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karir peserta didik.
Sekolah merupakan institusi sebagai penjabaran Undang-undang tersebut sebagai tempat mempersiapkan dan mewujudkan SDM yang berkualitas dan memiliki keunggulan kompetitif yang akan menjadi generasi penerus bangsa. Hal ini dapat dipahami karena sekolah mempunyai tujuan dan perencanaan yang jelas, dapat dilihat dengan adanya kurikulum, metode, media pendidikan dan lain-lain. Sekolah sebagai suatu lembaga yang menyelenggarakan pendidikan formal mempunyai peranan yang penting dalam usaha mendewasakan anak dan menjadikannya sebagai anggota masyarakat yang berguna, sekolah turut pula bertanggung jawab atas anggota masyarakat yang di hasilkannya.
Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan layanan dari seorang guru yaitu guru Bimbingan dan Konseling dalam usaha memberikan arahan dan petunjuk kepada siswa dalam menentukan karir mendatang. Tanpa petunjuk dan arahan dari guru bimbingan dan konseling siswa tidak akan mendapatkan gambaran tentang masa depannya yang disesuaikan dengan bakat, potensi dan kemampuan yang dimiliki secara optimal.
Bimbingan dan konseling merupakan upaya proaktif dan sistemik dalam memfasilitasi individu mencapai perkembangan yang optimal, pengembangan perilaku efektif, pengembangan lingkungan perkembangan, dan peningkatan keberfungsian individu dalam lingkungannya. Semua perilaku tersebut merupakan proses perkembangan yakni proses interaksi antara individu dengan lingkungan. Penanggung jawab bimbingan dan konseling di sekolah adalah guru bimbingan dan konseling atau konselor yang merupakan salah satu kualifikasi pendidik.
Bimbingan karier tidak hanya sekedar memberikan respon kepada masalah-masalah yang muncul, akan tetapi juga membantu memperoleh pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan dalam pekerjaan. Penggunaan istilah karier di dalamnya terkandung makna pekerjaan dan jabatan sekaligus rangkaian kegiatan dalam mencapai tujuan hidup seseorang.
Salah satu tujuan dilaksanakannya bimbingan karir di SMP yakni membantu para peserta didik agar memahami serta dapat menentukan tujuan karir serta pengambilan jurusan saat melanjutkan kejenjang pendidikan berikutnya yakni SMA ataupun SMK. Di Gorontalo khususnya, pengembangan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) tidak dapat dipisahkan dari peranan pengembangan karir pada tingkat Menengah Pertama (SMP). Hal ini menjadi bukti dari pentingnya pengetahuan siswa dalam pemilihan jurusan, pengembangan bakat, keterampilan dan penentuan karir. Pada siswa kelas IX SMP Negeri 2 Gorontalo khususnya, pengetahuan tentang wawasan karir masih minim dan sangat kurang memahami betapa pentingnya pengetahuan tentang karier. Hal ini tampak jelas dari kebiasaan siswa dalam menentukan karier/penjurusan, dimana mereka memilih karier atas keputusan orang tua, siswa memilih karier hanya karena ikut-ikutan dengan teman, dan bahkan siswa memilih karir tidak didasari oleh alasan yang jelas.
Layanan bimbingan karir memiliki peran yang sangat penting di sekolah, khususnya memberi arah yang lebih baik pada siswa dalam memilih karir ataupun memilih jurusan. Namun demikian pelaksanaan layanan bimbingan karir di SMP Negeri 2 gorontalo khususnya belum dilaksanakan dengan baik. Data ini diperoleh melalui wawancara peneliti dengan guru BK di sekolah tersebut yang menunjukkan bahwa kurangnya pemahaman siswa tentang karir. Bertolak dari penjabaran pada latar belakang permasalahan, maka diadakan penelitian yang diformulasikan dalam judul “Hubungan antara intensitas mengikuti layanan bimbingan karir dengan wawasan karir siswa kelas IX SMP Negeri 2 Gorontalo.
1.2 Identifikasi Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang, maka dapat diidentifikasi masalah penelitian yakni : (1) Siswa memilih karir atas keputusan orang tua atau karena ikut temannya, (2) Pelaksanaan layanan bimbingan karir hanya insidentil.
1.3 Rumusan Permasalahan
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut “Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara intensitas mengikuti layanan bimbingan karir dengan wawasan karir siswa kelas IX SMP Negeri 2 Gorontalo ?”

1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan antara intensitas mengikuti layanan bimbingan karir dengan wawasan karir siswa kelas IX SMP Negeri 2 Gorontalo.

1.5 Manfaat Penelitian
Secara operasional, manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah manfaat teoritis dan manfaat praktis. Manfaat teoritis yang diharapkan adalah memperkaya kajian tentang hubungan antara pelaksanaan layanan bimbingan karir dengan wawasan karir.
Manfaat praktis yang dapat diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan gambaran atau deskripsi tentang perlunya layanan bimbingan karir untuk mengembangkan wawasan karir di SMP Negeri 2 Gorontalo. Sedangkan manfaat penelitian bagi guru pembimbing dan sekolah adalah menambah pengalaman serta pemahaman dalam membantu siswa memilih serta menentukan karir dalam dunia kerja, serta mempermudah mengontrol para siswa sesuai bakat, keterampilan siswa yang akan disalurkan dalam dunia kerja.

BAB II
KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS

2.1 Hakikat Wawasan Karir
2.1.1 Pengertian Karir
Di masa lalu, istilah karier dipandang oleh masyarakat awam sebagai sebuah istilah yang eksklusif dan hanya dibicarakan di kalangan terbatas. Misalnya, karier diterapkan kepada orang yang memiliki latar belakang pendidikan tinggi, pejabat publik atau orang yang memegang jabatan struktural, bahkan menyempit di kalangan orang-orang sukses di sektor bisnis, pemerintahan dan birokrasi. Reduksi esensi karier lainnya adalah berupa pandangan bahwa karier identik dengan kenaikan pangkat atau golongan secara reguler dan puncak karier terjadi ketika seseorang memegang jabatan struktural.
Persepsi tentang karier seperti itu tidak sepenuhnya benar atau seluruhnya salah. Alasannya, banyak istilah yang memiliki kesamaan makna dengan karier, misalnya task, position, job, occupation, vocation, dan avocation. Karier memiliki makna yang lebih luas dan dalam dibandingkan istilah sejenisnya. Menurut Tolbert (dalam Mamat Supriatna, 2009:8) dalam bukunya “Layanan Bimbingan Karier di Sekolah Menengah “, bahwa karier mengandung makna urutan okupasi, job dan posisi-posisi yang diduduki sepanjang pangalaman kerja seseorang. Sedangkan menurut Murray (dalam Mamat Supriatna, 2009:8) bahwa karier dapat dikatakan sebagai suatu rentangan aktivitas pekerjaan yang saling berhubungan dalam hal ini seseorang memajukan kehidupannya dengan melibatkan berbagai perilaku kemampuan, sikap, kebutuhan, aspirasi, dan cita-cita sebagai rentang hidupnya sendiri.
Muslihudin, dkk.(2004:17) menjelaskan bahwa bimbingan karir merupakan pemilihan jabatan atau karir yang diyakini bahwa jabatan atau karir tersebut paling baik untuk memenuhi kebutuhannya. Pilihan karier siswa juga dapat diartikan tingkat kemampuan siswa dalam menentukan karier. Jadi pilihan karier adalah jabatan/ karier yang dipilih menurut tingkat kemampuan siswa dan diyakini bahwa jabatan yang dipilih adalah jabatan paling baik untuk memenuhi kebutuhannya.
Pemilihan karier merupakan proses pengambilan keputusan yang berlangsung sepanjang hayat bagi mereka yang mencari banyak kepuasan dari pekerjaannya. Pemilihan karier yang dibuat pada awal proses perkembangan vokasional sangat berpengaruh terhadap pilihan-pilihan selanjutnya. Perkembangan karier seorang dewasa masih harus membuat pilihan-pilihan di antara kemungkinan untuk meningkatkan kariernya dan memperoleh kepuasan pribadi yang mendalam.

2.1.2 Pentingnya Pemilihan Karir bagi siswa
Karir bagi siswa bukan hal yang mudah untuk ditentukan dan menjadi pilihan yang sesuai dengan kemampuan yang miliki namun haruslah direncanakan. Untuk menentukan hal demikian harus didasarkan pada keputusan siswa itu sendiri yang didasarkan pada pemahaman tentang kemampuan dan minat serta pengenalan karir yang ada di masyarakat.
Keberhasilan siswa dalam pemilihan karir yang tepat tidaklah semudah seperti apa yang dibayangkan. Agar siswa mempunyai pilihan yang tepat terhadap suatu pilihan karir atau pekerjaan, menurut Hoppock yang dikutip oleh Sukardi (1994:79) dalam bukunya “Bimbingan dan Penjurusan” mengemukakan pokok-pokok pikirannya yang terdiri dari sepuluh butir yang kemudian dijadikan tulang punggung dari teorinya. 10 butir tersebut antara lain:
a. Pekerjaan yang dipilih sesuai dengan kebutuhan atau untuk memenuhi kebutuhan.
b. Pekerjaan, jabatan atau karir yang dipilih adalah jabatan yang diyakini bahwa jabatan atau karir itu paling tidak memenuhi kebutuhannya.
c. Pekerjaan, jabatan atau karir tertentu dipilih seseorang apabila untuk pertama kali dia menyadari bahwa jabatan itu dapat membantunya dalam memenuhi kebutuhannya.
d. Kebutuhannya yang timbul, mungkin bisa diterima secara intelektual yang diarahkan untuk tujuan tetentu.
e. Pemilihan jabatan/karir akan menjadi lebih baik apabila seseorang mampu memperkirakan bagaimana sebaiknya jabatan yang akan datang itu akan memenuhi kebutuhannya.
f. Informasi mengenai jabatan/karir akan membantu dalam pemilihan jabatan/karir yang diinginkan
g. Informasi mengenai jabatan/ karir akan membantu dalam memilih jabatan/ karir karena informasi tersebut membantunya dalam menentukan apakah pekerjaan itu dapat memenuhi kebutuhannya .
h. Kepuasan dalam pekerjaan tergantung pada tercapai tidaknya pemenuhan kebutuhan seseorang
i. Kepuasan kerja dapat diperoleh dari suatu pekerjaan yang memenuhi kebutuhan sekarang/ masa yang akan dating
j. Pemilihan pekerjaan selalu dapat berubah apabila seseorang yakin bahwa perubahan tersebut lebih baik untuk pemenuhan kebutuhannya.

Dari dasar teori tersebut tidaklah mungkin siswa dapat menentukan karir tanpa bantuan dan bimbingan dari konselor, karena disadari atau tidak untuk dapat memahami kemampuan diri siswa tidaklah mungkin muncul dengan sendirinya, akan tetapi diperlukan bimbingan dan arahan dari konselor.

2.2 Hakikat Bimbingan Karir
2.2.1 Sejarah Singkat Bimbingan Karir
Konsep bimbingan jabatan lahir bersamaan dengan konsep bimbingan di Amerika Serikat pada awal abad keduapuluh, yang dilatari oleh berbagai kondisi obyektif pada waktu itu (1850-1900), diantaranya : (1) keadaan ekonomi; (2) keadaan sosial, seperti urbanisasi; (3) kondisi ideologis, seperti adanya kegelisahan untuk membentuk kembali dan menyebarkan pemikiran tentang kemampuan seseorang dalam rangka meningkatkan kemampuan diri dan statusnya; dan (4) perkembangan ilmu (scientific), khususnya dalam bidang ilmu psiko-fisik dan psikologi eksperimantal yang dipelopori oleh Freechner, Helmotz dan Wundt, psikometrik yang dikembangkan oleh Cattel, Binnet dan yang lainnya Atas desakan kondisi tersebut, maka muncullah gerakan bimbingan jabatan (vocational guidance) yang tersebar ke seluruh Negara. Crites, (Bahrul Falah, 1987).
Isitilah vocational guidance pertama kali dipopulerkan oleh Frank Pearson pada tahun 1908 ketika ia berhasil membentuk suatu lembaga yang bertujuan untuk membantu anak-anak muda dalam memperoleh pekerjaan.
Pada awalnya penggunaan istilah vocational guidance lebih merujuk pada usaha membantu individu dalam memilih dan mempersiapkan suatu pekerjaan, termasuk di dalamnya berupaya mempersiapkan kemampuan yang diperlukan untuk memasuki suatu pekerjaan.
Namun sejak tahun 1951, para ahli mengadakan perubahan pendekatan dari model okupasional (occupational) ke model karier (career). Kedua model ini memliki perbedaan yang cukup mendasar, terutama dalam landasan individu untuk memilih jabatan. Pada model okupasional lebih menekankan pada kesesuaian antara bakat dengan tuntutan dan persyaratan pekerjaan. Sedangkan pada model karier, tidak hanya sekedar memberikan penekanan tentang pilihan pekerjaan, namun mencoba pula menghubungkannya dengan konsep perkembangan dan tujuan-tujuan yang lebih jauh sehingga nilai-nilai pribadi, konsep diri, rencana-rencana pribadi dan semacamnya mulai turut dipertimbangkan.
Sementara itu, dalam perspektif pendidikan nasional, pentingnya bimbingan karier sudah mulai dirasakan bersamaan dengan lahirnya gerakan bimbingan dan konseling di Indonesia pada pertengahan tahun 1950-an, berawal dari kebutuhan penjurusan siswa di SMA pada waktu itu. Selanjutnya, pada tahun 1984 bersamaan dengan diberlakukannya Kurikulum 1984, bimbingan karier cukup terasa mendominasi dalam layanan bimbingan dan penyuluhan dan pada tahun 1994, bersamaan dengan perubahan nama bimbingan penyuluhan menjadi bimbingan dan konseling dalam Kurikulum 1994, bimbingan karier ditempatkan sebagai salah bidang bimbingan.
Sampai dengan sekarang ini bimbingan karier tetap masih merupakan salah satu bidang bimbingan. Dalam konsteks Kurikulum Berbasis Kompetensi, serta kurikulum KTSP dengan diintegrasikannya pada pengembangan diri dalam kurikulum sekolah, maka peranan bimbingan karier sungguh menjadi amat penting, khususnya dalam upaya membantu siswa dalam memperoleh kecakapan vokasional (vocational skill), yang merupakan salah jenis kecakapan dalam Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill Education).

2.2.2 Pengertian Bimbingan Karir
Menurut Miller (Syuhada, 1998:15) Bimbingan didefinisikan sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu-individu dalam mencapai pemahaman dan pengarahan diri. Sedangkan karier diartikan sebagai suatu rangkaian pekerjaan-pekerjaan, jabatan-jabatan dan kedudukan yang mengarah pada dunia kerja. Dari kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa bimbingan karir menurut Syuhada (1998:15) adalah pemberian bantuan kepada individu-individu dalam mencapai pemahaman dan pengembangan diri dalam bidang karir.
Yusuf & Nurihsan, (2008:48), mendefinisikan bimbingan karier adalah suatu proses bantuan yang diberikan kepada individu-individu dalam mencapai penanaman dan pengarahan diri pada pekerjaan atau karir, jabatan dan kedudukan yang dimiliki oleh individu dalam kehidupan sehari-hari dalam lingkungan bermasyarakat.
Bimbingan karier adalah proses bantuan yang diberikan kepada siswa agar dapat memahami diri, memahami nilai-nilai, memahami lingkungan, mengenal masalah dan cara mengatasi, serta dapat merencanakan masa depan (Depdikbud, 1991:4). Sedangkan definisi bimbingan karier menurut Sukardi & Kusmawati (2008:69) adalah layanan bantuan yang diberikan kepada individu-individu untuk memilih, menyiapkan, menyesuaikan dan menetapkan dirinya dalam pekerjaan yang sesuai serta memperoleh kebahagiaan daripadanya. Berkaitan dengan sekolah, bimbingan karier dapat dipandang sebagai suatu proses perkembangan yang berkesinambungan yang membantu terutama dalam hal perencanaan karier, pembuatan keputusan, perkembangan ketrampilan/ keahlian informasi karier, dan pemahaman diri.
Menurut Winkel (dalam Tohirin, 2007:133) menjelaskan bahwa bimbingan karir merupakan bantuan dalam mempersiapkan diri menghadapi dunia pekerjaan, pemilihan lapangan pekerjaan atau jabatan (profesi) tertentu serta membekali diri agar siap memangku jabatan tersebut dan dalam menyesuaikan diri dengan tuntutan-tuntutan dari lapangan pekerjaan yang telah dimasuki.
Sedangkan Prayitno & Amti (2004:92) menjelaskan bahwa bimbingan karir bermakna bimbingan yang membantu siswa dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah-masalah yang menyangkut karir tertentu. Bimbingan karier menitikberatkan pada perencanaan kehidupan seseorang dengan mempertimbangkan keadaan dirinya dengan lingkungannya agar ia memperoleh pandangan yang lebih luas tentang pengaruh dari segala peranan positif yang layak dilaksanakannya dalam masyarakat. Bimbingan karier tidak hanya sekedar memberikan respon kepada masalah-masalah yang muncul, akan tetapi juga membantu memperoleh pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan dalam pekerjaan. Penggunaan istilah karier didalamnya terkandung makna pekerjaan dan jabatan sekaligus rangkaian kegiatan dalam mencapai tujuan hidup seseorang.
Dari definisi tersebut diambil kesimpulan, bahwa bimbingan karier adalah suatu proses bantuan, layanan informasi dan pendekatan terhadap individu/ kelompok individu agar dapat mengenal dan memahami dirinya, mengenal dunia kerja untuk menentukan pilihan karier, mampu untuk mengambil keputusan karier dan mengakui bahwa keputusan tersebut adalah yang paling tepat/ sesuai dengan keadaan dirinya dihubungkan dengan persyaratan-persyaratan karier yang akan ditekuninya.


2.2.3 Fungsi dan Tujuan Pelaksanaan Bimbingan Karir
Fungsi Bimbingan Karier di sekolah yakni sebagai salah satu kesatuan proses bimbingan memiliki manfaat yang dinikmati oleh kliennya dalam mengarahkan diri dan menciptakan kemandirian dalam memilih karier yang sesuai dengan kemampuan siswanya.
Sedangkan secara umum tujuan diselenggarakannya Bimbingan Karier menurut Sukardi & Kusmawati (2008:72) ialah membantu siswa dalam pemahaman dirinya dan lingkungannya, dalam pengambilan keputusan, perencanaan, dan pengarahan kegiatan-kegiatan yang menuju kepada karier dan cara hidup yang akan memberikan rasa kepuasan karena sesuai, serasi, dan seimbang dengan dirinya dan lingkungannya.
Melalui bimbingan karier siswa akan diarahkan dalam mengenal diri dan kemampuannya untuk memahami diri dan senantiasa mampu meningkatkan kemampuannya, melatih dalam merencanakan kariernya sehingga dengan demikian siswa menjadi terlatih dan bersikap dewasa dalam berpikir dan merencanakan kariernya. Dengan bimbingan karier diharapkan siswa mampu dalam merencanakan kariernya dan mampu dalam mengambil keputusan yang tepat untuk kariernya sehingga tercipta adanya sikap yang positif terhadap karier yang akan menjadi pilihannya.
Menurut pendapat Joedonagoro (dalam Gani, 1987:22), menyatakan Bimbingan Karier dapat memberikan dorongan-dorongan yang positif, mampu menciptakan sikap kemandirian dalam memilih karier dan merupakan usaha yang sangat berarti dalam membentuk kualitas tenaga kerja masa depan.
Tohirin (2007:134) menjelaskan tujuan bimbingan karir di sekolah adalah (a) agar siswa memperoleh informasi tentang karir atau jabatan atau profesi tertentu, (b) agar siswa memperoleh pemahaman tentang karir atau pekerjaan atau profesi tertentu secara benar, (c) agar siswa mampu merencanakan dan membuat pilihan-pilihan karir tertentu kelas setelah dari pendidikan, (d) agar siswa mampu menyesuaikan diri dengan karir yang akan dipilihnya kelas, (e) agar siswa mampu mengembangkan karir setelah selesai dari pendidikannya.
Dalam bimbingan karir terjadi interaksi antara siswa dengan guru pembimbing yang dapat memudahkan (Enabling) atau menghambat (Constraining), interaksi akan di persepsi siswa sebagai yang memudahkan yaitu apabila guru pembimbing (konselor) memberikan informasi mengenai pendidikan lanjutan dan perencanaan pekerjaan, menyediakan waktunya untuk berdiskusi dengan siswa di luar jam bimbingan sehubungan dengan pilihan pendidikan lanjutan dan perencanaan pekerjaan, memberi alternatif pemecahan masalah kepada siswa untuk memecahkan masalahnya sendiri sehubungan dengan pendidikan lanjutan dan perencanaan pekerjaan, memberi kesempatan untuk melakukan eksplorasi pendidikan lanjutan dan perencanaan pekerjaan dan memberi kebebasan untuk menentukan pilihannya. Sedangkan interaksi yang di persepsi siswa sebagai menghambat, mempunyai ciri kebalikan dari pola memudahkan.
Dengan demikian bahwa tujuan pelaksanaan bimbingan karir dilaksanakan di dalam lingkungan sekolah yakni sebagai suatu proses bantuan, layanan informasi dan konsultasi siswa dalam mendeteksi dan memantapkan pemahaman diri siswa, layanan dalam memberikan informasi tentang lingkungan karier dan layanan konsultasi dalam merencanakan karier siswa, agar siswa mampu untuk menciptakan sikap kemandirian dalam kebebasan memilih karier, kemantapan diri dalam memilih karier dan bertanggung jawab terhadap karier yang akan dipilihnya.
2.2.4 Prinsip-prinsip Pelaksanaan Bimbingan Karier
Agar bimbingan karier dapat berfungsi dengan sebaik- baiknya sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, maka beberapa pandangan tentang prinsip-prinsip bimbingan perlu diperhatikan oleh para pembimbing pada khususnya dan administrator sekolah pada umumnya terutama dalam penyusunan program pelaksanaan layanan bimbingan karier di sekolah. Menurut Nurihsan & Sudianto (2005:153) menyebutkan bahwa Secara umum prinsip-prinsip bimbingan karier di sekolah, adalah sebagai berikut:
- Seluruh siswa hendaknya mendapat kesempatan yang sama untuk mengembangkan dirinya dalam pencapaian kariernya secara tepat.
- Setiap siswa hendaknya memahami bahwa karier itu adalah sebagai suatu jalan hidup, dan pendidikan adalah sebagai persiapan dalam hidup.
- Siswa hendaknya dibantu dalam mengembangkan pemahaman yang cukup memadahi terhadap diri sendiri dan kaitannya dengan perkembangan sosial pribadi dan perencanaan pendidikan karier.
- Siswa secara keseluruhan hendaknya dibantu untuk memperoleh pemahaman tentang hubungan antara pendidikannya dan kariernya.
- Setiap siswa hendaknya memilih kesempatan untuk menguji konsep, berbagai peranan dan ketrampilannya guna mengembangkan nilainilai dan norma-norma yang memiliki aplikasi bagi karier di masa depannya
- Program Bimbingan Karier di sekolah hendaknya diintegrasikan secara fungsional dengan program bimbingan dan konseling pada khususnya. Program materi bimbingan karier dalam penyampaiannya diintegrasikan dengan materi bimbingan konseling. Hal ini dilakukan karena bimbingan karier merupakan bagian dari bimbingan.
- Program bimbingan karier di sekolah hendaknya berpusat di kelas, dengan koordinasi oleh pembimbing, disertai partisipasi orang tua dan kontribusi masyarakat.
Dari beberapa prinsip yang terdapat dalam bimbingan karier tersebut dapat disimpulkan bahwa, bimbingan karier dalam pelaksanaannya memiliki pedoman yang umum dan jelas dalam memberikan pelayanan kepada siswanya dalam mendeteksi diri, memberikan layanan tentang karakteristik dunia kerja sehingga mampu menciptakan kemandirian siswa dalam menentukan arah pilih karier yang sesuai dengan keadaan dirinya, agar mampu mencapai kebahagiaan hidup dimasa depan kariernya.
Sedangkan bentuk-bentuk pelaksanaan layanan bimbingan karir yang dapat diberikan kepada siswa menurut Tohirin (2007:135-136) adalah layanan informasi tentang diri sendiri, layanan informasi tentang lingkungan hidup yang relevan bagi perencanaan karir, layanan penempatan, dan layanan orientasi.


2.3 Hipotesis Penelitian
Adapun hipotesis penelitian ini adalah “terdapat hubungan yang signifikan antara intensitas mengikuti layanan bimbingan karier dengan wawasan karier siswa kelas IX SMP Negeri 2 Gorontalo.







BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional, yaitu suatu metode yang menggambarkan secara sistematis dan obyektif tentang hubungan antara pelaksanaan bimbingan karir terhadap wawasan karir di SMP Negeri 2 Gorontalo.
3.1.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian di SMP Negeri 2 Gorontalo. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan
3.1.2 Variabel Operasional
Mengacu pada hipotesis masalah yang diteliti, maka dalam penelitian ini akan dianalisis dua variabel penelitian yaitu :
Variabel X yaitu pelaksanaan bimbingan karir.
Indikator-indikator yang diperhatikan dari variabel X (bimbingan karir) adalah :
a. Frekuensi siswa mengikuti layanan karir,
b. Ketekunan dalam mengikuti layanan karir,
c. Keaktifan siswa dalam mengikuti layanan karir,
d. Keterbukaan siswa dalam mengikuti layanan karir.
e. Manfaat layanan karier.
Variabel Y adalah wawasan karir di SMP Negeri 2 Gorontalo dengan indikator sebagai berikut
a. Wawasan tentang diri sendiri,
b. Wawasan tentang dunia kerja,
c. Perencanaan karir,
d. Upaya mengembangkan bakat dan karir.

3.2 Populasi dan Sampel
3.2.1 Populasi
Dalam penelitian ini yang menjadi anggota populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMP Negeri 2 Gorontalo. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 360 orang siswa.
3.2.2 Sampel
Anggota sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas IX yang berjumlah 40 orang siswa, terdiri dari 17 siswa perempuan dan 23 siswa laki-laki.

3.3 Teknik Pengumpulan Data
3.3.1 Observasi
Sebagai teknik awal digunakan untuk memperoleh data umum obyek penelitian yang meliputi keadaan siswa, sekolah.
3.3.2 Teknik Kuesioner
Teknik ini digunakan untuk mendapatkan data tentang pelaksanaan bimbingan karir dan wawasan karir siswa. Adapun jenis kuesioner yang terdiri dari 30 buah pernyataan yang merupakan penjabaran dari indikator dimana masing-masing pernyataan disediakan 4 alternatif jawaban.
Cara pembobotan angket dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Jika pernyataannya berbentuk positif ; Selalu = 5, Pada umumnya = 4 Sering = 3, Kadang = 2, dan tidak pernah = 1
b. Untuk pernyataan yang berbentuk negative; Selalu = 1, pada umumnya =2 Sering =3, Kadang = 4 dan tidak pernah = 5
3.3.3 Teknik Analisis Data
Data yang telah diperoleh melalui angket dianalisis dengan menggunakan analisis regresi korelasi untuk mengetahui hubungan fungsional antara variabel X dan variabel Y.
Sebelum dilakukan analisis data, terlebih dahulu dilakukan pengujian normalitas data dengan rumus :

X2 = (Sudjana, 1986:27)

Di mana :
Oi = frekuensi pengamatan
Ei = frekuensi teoritik
Langkah berikut adalah mencari persamaan regresi dengan rumus :
Ỳ = a + bx (Sudjana, 1984:301)
Untuk menghitung harga a dan b digunakan rumus :
a = (ΣYi)( ΣX2i) - (ΣXi)( ΣXiYi)
n ΣX21 – ( ΣX1)2
b = nΣ XiYi– (ΣXi)( ΣYi)
n ΣX2i – ( ΣXi)2
Di mana :
a = Konstan
b = Koefisien regresi
ΣX = Jumlah nilai X
ΣY = Jumlah nilai Y
ΣX2 = Jumlah kuadrat nilai X
ΣY2 = Jumlah kuadrat nilai Y
ΣXY = Jumlah produk antara nilai X dan Y
Setelah itu dilanjutkan dengan pengujian koefisien korelasi dengan menggunakan rumus :
r = n∑XiYi – (∑Xi)(∑Yi)
√{n∑Xi2 – (∑Xi)2 }{n∑Yi2 – (∑Yi)2}

Di mana :
r = Koefisien korelasi
n = Banyak sampel
ΣX = Jumlah nilai X
ΣY = Jumlah nilai Y
ΣX2 = Jumlah kuadrat nilai X
ΣY2 = Jumlah kuadrat nilai Y
ΣXY = Jumlah produk antara nilai X dan Y

Analisis Tentang Rasa Percaya diri siswa dalam menghadapi Ujian di SMP 02 Dulupi Kabupaten Boalemo.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melaju dengan pesat. Untuk menghadapi perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut, dunia pendidikan harus dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan yang ada. Terkait dengan masalah tersebut diatas tampaknya dunia pendidikan nasional kita sedang menghadapi tantangan yang cukup berat dan kompleks dalam menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas.
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional no. 20 tahun 2003 pasal 3 menyatakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Untuk memperoleh suatu output pendidikan yang baik dalam praktek penyelenggaraan pendidikan, sekolah merupakan tempat terjadinya kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh guru dengan siswa. Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang berbeda yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lain. Belajar mengacu kepada kegiatan siswa, sementara mengajar itu sendiri mengacu kepada kegiatan guru. Sedangkan menurut Djamarah (2002 : 13), mengemukakan bahwa “Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif dan psikomotor”.
Sedangkan mengajar diartikan sebagai suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak sehingga terjadi proses belajar (Nasution, 2000:4). Jadi belajar mengajar merupakan interaksi edukatif antara guru dengan siswa.
Mudjiono (1998:238) menjelaskan bahwa guru adalah pendidik yang membelajarkan siswa. Tugas mendidik ini merupakan hal yang berat bagi guru, karena ia berkaitan dengan penanaman nilai, etika dan moral bagi anak/siswa. Pada tahap kegiatan pembelajaran, untuk mengukur keberhasilan siswa pada proses pembelajaran salah satunya dengan melaksanakan evaluasi pembelajaran. pelaksanaan evaluasi pembelajaran dapat dilakukan melalui tes dan non tes. Kedua bentuk tes tersebut merupakan bentuk ujian bagi siswa dalam mengukur kemampuan diri dalam pembelajaran.
Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan pelaksanan ujian adalah rasa percaya diri siswa. Percaya diri merupakan perasaan yang ada dalam diri siswa yang diakibatkan adanya respon dari luar untuk berani bertindak. Percaya diri siswa sangat berpotensi dalam keberhasilan belajar, hal ini dapat dilihat dari kegiatan pembelajaran sehari-hari bahwa siswa yang memiliki kemampuan atau pintar akan menjadi tidak mampu untuk atau salah untuk melakukan sesuatu pekerjaan karena dipengaruhi rendahnya percaya diri siswa tersebut.
Dalam menghadapi ujian, sudah tentu siswa harus siap dalam segi mental maupun fisik. Dari segi mental merupakan kesiapan yang berasal dari dalam diri siswa berupa percaya diri, sehat rohani, motivasi serta minat yang sudah siap. Sedangkan dari segi fisik berupa kesehatan jasmani dan sebagainya. Percaya diri yang baik pada siswa merupakan harapan bagi orang tua dan guru. Dengan kesiapan rasa percaya diri siswa, dalam menghadapi ujian tidak terjadi lagi rasa panik, gerogi ataupun takut.
Percaya diri pada diri siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yakni faktor yang berasal dari diri siswa seperti ketidaksiapan mental dan rendahnya emosional question (EQ). Sedngkan faktor eksternal yakni faktor yang berasal dari luar diri siswa seperti ketidakbiasaan, lingkungan, dan sebagainya. Kedua faktor tersebut mempengaruhi erat rasa percaya diri siswa dalam menghadapi ujian, sehingga kesuksesan siswa dapat ditentukan dari tingkat percaya diri yang dimiliki.
Namun kenyataan yang terjadi di lapangan bahwa, rasa percaya diri siswa dalam menghadapi ujian di SMP 02 Dulupi Kabupaten Boalemo masih sangat rendah, hal ini dapat dilihat banyaknya siswa yang merasa gugup saat menjelang ujian dan bahkan saat menghadapi ujian. Raut wajah yang pucat bahkan ada tangan siswa yang gemetar ataupun telapak tangan siswa atau bahkan wajah siswa yang selalu mengeluarkan keringat saat menerima lembar soal atau lembar jawaban siswa. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka peneliti merumuskan judul Analisis Tentang Rasa Percaya diri siswa dalam menghadapi Ujian di SMP 02 Dulupi Kabupaten Boalemo.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas, maka dapat di identifikasi masalah dalam penelitian ini yaitu :
1.2.1 Rendahnya percaya diri siswa dalam menghadapi ujian.
1.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya percaya diri siswa dalam menghadapi ujian.
1.2.3 Bagaimana peran guru dalam meningkatkan percaya diri siswa dalam menghadapi ujian?

1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang dikemukan untuk memberi arah dalam analisis dan pembahasan dalam penelitian, maka rumusan masalah adalah “Bagaimanakah analisis tentang percaya diri siswa dalam menghadapi ujian di SMP 02 Dulupi Kabupaten Boalemo?”.

1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menganalisis percaya diri siswa dalam menghadapi ujian di SMP 02 Dulupi Kabupaten Boalemo.

1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dengan diadakannya penelitian ini adalah
a. Manfaat teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang bermanfaat bagi para pembaca dan khususnya bagi peneliti sendiri dalam upaya menambah pengetahuan khususnya dalam menganalisis percaya diri siswa dalam menghadapi ujian serta memahami hal-hal yang perlu dilakukan dalam meningkatkan percaya diri siswa.
b. Manfaat praktis, dapat berguna bagi responden ialah agar rasa percaya diri siswa dalam menghadapi ujian dapat ditingkatkan sehingga mampu meningkatkan hasil belajar.


BAB II
KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Kajian Teoretis
2.1.1 Pengertian Percaya Diri
Percaya diri merupakan keyakinan dalam diri seseorang untuk dapat menangani segala sesuatu dengan tenang. Percaya diri merupakan keyakinan dalam diri yang berupa perasaan dan anggapan bahwa dirinya dalam keadaan baik sehingga memungkinkan individu tampil dan berperilaku dengan penuh keyakinan.
Sedangkan Angelis (1997 : 10) menerangkan bahwa percaya diri merupakan suatu keyakinan dalam jiwa manusia untuk menghadapi tantangan hidup apapun dengan berbuat sesuatu. Setiap individu mempunyai hak untuk menikmati kebahagiaan dan kepuasan atas apa yang telah diperolehnya, tetapi itu akan sulit dirasakan apabila individu tersebut memiliki percaya diri yang rendah. Bukan hanya ketidakmampuan dalam melakukan suatu pekerjaan, tetapi juga ketidakmampuan dalam menikmati pekerjaan tersebut.
Percaya diri pada individu tidak selalu sama, pada saat tertentu kita merasa yakin atau mungkin, ada situasi dimana individu merasa yakin dan situasi dimana individu tidak merasa demikian. Seperti yang dikemukakan oleh Angelis (1997:13) bahwa rasa percaya diri itu tidak bisa disamaratakan dari satu aktifitas ke aktivitas lainnya.
Lindenfield (Kamil, 1997 : 12), menerangkan ada individu yang memiliki rasa percaya diri yang tinggi, tetapi tiak dapat menunjukkan rasa percaya diri mereka kepada mereka. Orang lain mungkin tidak tahu dengan jelas pendapat dan gagasan individu tersebut, karena mereka jarang menunjukkannya, atau tidak pernah mendapat “kesempatan” untuk menunjukkannya, karena kemampuan mereka tidak diperhatikan orang lain. Bagi individu yang mengalami rasa kurang percaya diri lahir maupun batin memerlukan adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak agar dapat memulihkan rasa percaya dirinya atau setidaknya dapat terpecahkan masalah yang sedang dihadapinya.
Menurut Surya, (2004: 15) untuk dapat mengembangkan rasa percaya diri terhadap segala macam hal, individu jelas perlu mengalami dan bereksperimen dengan beranekaragam hubungan, dari yang dekat dan akrab di rumah sampai yang lebih asing. Melalui hubungan indivdu juga membangun rasa sadar diri dan pengenalan diri, yang merupakan unsur penting dari rasa percayaan diri.
Sedangkan Lindenfield (Kamil, 1997 : 15), menerangkan bahwa individu tersebut membutuhkan orang yang menjadi tempat berlatih bagi mereka, agar mereka lebih percaya diri dan terampil. Orang yang memberikan kepada mereka umpan balik yang jujur dan membangun, baik mereka berhasil, maupun gagal. Dukungan juga merupakan faktor utama dalam membantu anak memiliki kembali rasa percaya diri yang menurun disebabkan oleh trauma, luka dan kekecewaan. Dalam hal ini siswa akan lebih dapat terbuka dengan kelompok sebaya untuk membicarakan masalah pribadinya.

2.1.2 Gejala Kurang Percaya Diri
Rasa kurang percaya diri pada individu dapat dilihat dengan gejala-gejala tertentu yang dapat ditunjukkan dalam berbagai perilaku. Nasution, (2000 : 73) menjelaskan gejala-gejala perilaku kurang percaya diri yaitu suka melamun, kelakuan tidak baik, berlebihan untuk menunjukkan kebaikan, keadaan emosi, keadaan seperti gagap dan ngompol serta gejala lainnya. Kurang percaya diri ini dengan berbagai faktor menyebabkan mungkin timbul kelakuan menarik diri atau negatif, seperti malas, menyendiri, pengecut dan sebagainya.
Menurut Kamil (1997 : 16) orang yang kurang percaya diri dalam menghadapi situasi tertentu akan mengalami gejala seperti : diare, berkeringat, kepala pusing (pening), jantung berdebar kencang, dan otot menjadi tegang dan panik.

2.1.3 Jenis Percaya Diri
Lindenfield (Kamil, 1997 : 4) menyatakan ada dua jenis rasa percaya diri yaitu a) Percaya diri batin, dan b) Percaya diri lahir.
a. Percaya Diri Batin
Lindenfield (Kamil, 1997 : 47) menjelaskan ada empat ciri utama yang khas pada orang yang mempunyai percaya diri batin yang sehat. Keempat ciri itu adalah :
1. Cinta diri
Orang yang percaya diri mencintai diri mereka, dan cinta diri ini bukan merupakan sesuatu yang dirahasiakan. Orang yang percaya diri peduli akan dirinya karena perilaku dan gaya hidupnya adalah untuk memelihara diri. Dengan unsur percaya diri batin individu akan :
a) Menghargai kebutuhan jasmani dan rohani serta menempatkan diri sejajar dengan kebutuhan orang lain.
b) Secara terbuka menunjukkan keinginan untuk dipuji, ditentramkan dan mendapat hadiah secara wajar, dan tidak akan mencoba memanfaatkan orang lain untuk memenuhi permintaan itu secara langsung.
c) Merasa senang bila diperhatikan orang lain dan mampu untuk mendapatkannya.
d) Bangga akan sifat-sifat yang baik dan memusatkan diri untuk memafaatkan sebaik mungkin, mereka tidak mau membuang-buang waktu, tenaga atau uang untuk memikirkan kekurangan-kekurangan mereka sendiri.
2. Pemahaman diri
Orang yang percaya diri batin juga sadar diri. Mereka tidak terus menerus merenungi diri sendiri, tetapi secara teratur mereka memikirkan perasaan, pikiran dan perilaku mereka, dan mereka selalu ingin tahu bagaimana pendapat orang lain tentang diri mereka. Slameto (2003:7) menjelaskan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi belajar siswa adalah percaya diri yang dimiliki. Dengan rasa percaya diri siswa akan lebih mampu untuk berkonsentrasi dan lebih cepat memahami pembelajaran. Individu yang memiliki pemahaman diri yang baik, mereka akan :
a) Menyadari kekuatan mereka sehingga akan mampu mengembangkan kemampuannya secara penuh.
b) Mengenal kelemahan dan keterbatasan mereka sehingga kecil kemungkinan mereka membiarkan diri mengalami kegagalan berulang kali.
c) Tumbuh dengan kesadaran yang mantap tentang identitas diri sendiri, merekapun jauh lebih mampu dan puas menjadi seorang “pribadi” dan tidak begitu saja mengikuti “khalayak ramai”.
d) Mempunyai pengertian yang sehat mengenai nilai-nilai yang mereka anut, sehingga tidak akan terus menerus resah memikirkan apakah yang mereka lakukan atau yang tidak dilakukan secara moral dapat dibenarkan.
e) Terbuka untuk menerima umpan balik dari orang lain atau tidak selalu melonjak untuk membela diri, bila dikritik orang lain.
3. Tujuan yang jelas
Orang yang percaya diri selalu tahu tujuan hidupnya, karena mereka mempunyai pikiran yang jelas mengapa mereka melakukan tindakan tertentu dan mereka tahu hasil apa yang bisa diharapkan. Dengan unsur ini yang memperkuat rasa percayaan diri, individu akan :
a) Terbiasa menentukan sendiri tujuan yang bisa dicapai, mereka tidak selalu harus bergantung pada orang lain untuk melakukan kegiatannya.
b) Belajar menilai diri sendiri karena mereka bisa memantau kemajuannya dilihat dari tujuan yang mereka tentukan sendiri.
c) Mudah membuat keputusan karena mereka tahu betul apa yang mereka inginkan.
4. Berfikir positif
Orang yang mempunyai percayaan diri biasanya hidupnya menyenangkan. Salah satunya ialah karena mereka biasa melihat kehidupannya dari sisi positif dan mereka mengharap serta mencari pengalaman dan hasil yang bagus. Dengan kekuatan batin yang penting ini, individu akan :
a) Tumbuh dengan harapan bahwa hidup ini membahagiakan.
b) Percaya bahwa setiap masalah dapat diselesaikan.
c) Tidak menyia-nyiakan tenaga untuk mengkhawatirkan kemungkinan hasil yang negatif.
d) Percaya bahwa masa depan akan sebaik (atau mungkin lebih baik) masa lalu.
e) Bersedia menghabiskan waktu dan energi untuk belajar dan melakukan tugasnya, karena mereka percaya bahwa pada akhirnya tujuan mereka akan tercapai.
Jenis percaya diri lahir memungkinkan individu untuk tampil dan berperilaku dengan cara menunjukkan kepada dunia luar bahwa individu yakin akan dirinya.
b. Percaya diri lahir
Menurut Lindenfield (alih bahasa Ediati Kamil, 1997 : 7-11) menjelaskan bahwa untuk memberi kesan percaya diri pada dunia luar, individu perlu mengembangkan ketrampilan empat bidang yaitu :
1) Komunikasi
Dengan memiliki dasar yang baik di bidang ketrampilan berkomunikasi, individu akan dapat :
a) Mendengarkan orang lain dengan tepat, tenang dan penuh perhatian.
b) Dapat berkomunikasi dengan orang dari segala usia dan segala jenis latar belakang.
c) Berbicara secara fasih dan menggunakan nalar.
d) Berbicara di depan umum tanpa rasa takut.
2) Ketegasan
Sikap tegas akan menambah rasa percaya diri karena individu akan dapat :
a) Menyatakan kebutuhan mereka secara langsung dan terus terang.
b) Membela hak mereka dan hak orang lain.
c) Tahu bagaimana melakukan kompromi yang dapat diterima dengan baik.
3) Penampilan diri
Ketrampilan ini akan mengajarkan akan pentingnya “tampil” sebagai orang yang percaya diri. Hal ini akan memungkinkan mereka untuk :
1. Memilih gaya pakaian dan warna yang paling cocok kepribadian dan kondisi fisik.
2. Memilih pakaian yang cocok untuk berbagai peran peristiwa, dengan tetap mempertahankan gaya pribadinya.
3. Mampu menciptakan penampilan pertama yang menarik.
4) Pengendalian perasaan
Dalam hidup sehari-hari orang perlu mengendalikan perasaan. Individu perlu mengendalikan diri, mereka akan dapat :
1. Lebih percaya diri karena tidak khawatir akan lepas kendali.
2. Berani menghadapi tantangan dan resiko karena mereka bisa mengatasi rasa takut, khawatir dan frustasi.
3. Menghadapi kesedihan dengan wajar karena mereka tidak takut kalau-kalau kesedihan itu akan membebani dan menekan mereka selamanya.
4. Membiarkan dirinya bertindak spontan dan lepas kalau ingin santai, karena mereka tidak khawatir akan lepas kendali.

2.1.4 Cara Meningkatkan Rasa Percaya Diri
Lindenfield (Kamil, 1997 : 14) menjelaskan ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam meningkatkan rasa percaya diri diantaranya sebagai berikut :
1. Cinta
Yang penting bukan besarnya jumlah cinta yang diberikan, tetapi mutunya. Individu perlu terus merasa dicintai tanpa syarat. Untuk perkembangan harga diri yang sehat dan langgeng, mereka harus merasa bahwa mereka dihargai karena keadaan mereka sesungguhnya, bukan keadaan mereka yang seharusnya, atau seperti yang diinginkan orang lain.
2. Rasa aman
Ketakutan dan kekhawatiran merupakan hal yang berpengaruh terhadap percaya diri individu. Individu yang selalu khawatir bahwa kebutuhan dasar mereka tidak akan terpenuhi, atau bahwa dunia lahiriah atau batiniah mereka setiap saat dapat hancur, akan sulit mengembangkan pandangan positif tentang diri mereka, orang lain, dan dunia pada umumnya. Bila individu merasa aman, mereka secara tidak langsung akan mencoba mengembangkan kemampuan mereka dengan menjawab tantangan serta berani mengambil resiko.
3. Model peran
Mengajar lewat contoh adalah cara paling efektif agar anak mengembangkan sikap dan ketrampilan sosial yang diperlukan untuk percaya diri. Dalam hal ini peran orang lain sangat dibutuhkan untuk dijadikan contoh bagi individu untuk dapat meningkatkan kepercayaan dirinya.
4. Hubungan
Untuk mengembangkan rasa percaya diri terhadap “segala macam hal”, individu jelas perlu mengalami dan bereksperimen dengan beraneka hubungan, dari yang dekat dan akrab di rumah, teman sebaya, maupun yang lebih asing. Melalui hubungan, individu juga membangun rasa sadar diri dan pengenalan diri, yang merupakan unsur penting dari rasa percaya diri batin.
5. Kesehatan
Untuk bisa menggunakan sebaik-baiknya kekuatan dan bakat kita, kita membutuhkan energi. Jika mereka dalam keadaan sehat, dalam masyarakat bisa dipastikan biasanya mendapatkan lebih banyak perhatian, dorongan moral, dan bahkan kesempatan.
6. Sumber daya
Sumber daya mempunyai dorongan yang kuat karena dengan perkembangan kemampuan anak memungkinkan mereka memakai kekuatan tersebut untuk menutupi kelemahan yang mereka miliki.
7. Dukungan
Anak membutuhkan dorongan dan pembinaan bagaimana menggunakan sumber daya yang mereka miliki. Mereka membutuhkan orang yang menjadi “akar” bagi mereka, agar mereka lebih percaya diri dan terampil, orang yang memberi mereka umpan balik yang jujur dan membangun, baik mereka berhasil maupun gagal. Dukungan juga merupakan faktor utama dalam membantu anak sembuh dari pukulan terhadap rasa percaya diri yang disebabkan oleh trauma, luka dan kekecewaan.
8. Upah dan hadiah
Meskipun proses mengembangkan rasa percaya diri (seperti setiap balajar lainnya) itu sendiri bisa menyenangkan, tetapi kadang-kadang hal itu tidak demikian. “Hadiah-hadiah” untuk usaha yang telah dilakukan.


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif yang menggambarkan dan menganalisis tentang percaya diri siswa dalam menghadapi ujian SMP 02 Dulupi Kabupaten Boalemo.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian di SMP 02 Dulupi Kabupaten Boalemo yang dilaksanakan di kelas VII dan VIII sebagai subjek penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November – desember 2009.

3.3 Variabel Operasional
Mengacu pada hipotesis masalah yang diteliti, maka dalam penelitian ini akan dianalisis variabel penelitian yaitu :
1. Variabel Y adalah analisis tentang percaya diri dalam menghadapi ujian dengan indikator :
a. Mampu berkomunikasi dengan baik.
b. Tegas dalam mengambil keputusan.
c. Lebih banyak berpikir positif.
d. Tenang dalam mengerjakan tugas.

3.4 Populasi dan Sampel
3.4.1 Populasi
Dalam penelitian ini yang menjadi anggota populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMP 02 Dulupi Kabupaten Boalemo dengan jumlah populasi 135 orang siswa.
3.4.2 Sampel
Anggota sampel dalam penelitian ini adalah 25% dari masing-masing jumlah siswa di kelas VII dan VIII berjumlah 30 orang siswa.

3.5 Teknik Pengumpulan Data
3.5.1 Observasi
Sebagai teknik awal digunakan untuk memperoleh data umum obyek penelitian yang meliputi keadaan siswa, sekolah serta proses belajar-mengajar.
3.5.2 Teknik Kuesioner
Teknik ini digunakan untuk mendapatkan data analisis tentang percaya diri siswa dalam menghadapi ujian. Adapun jenis kuesioner yang dibuat dari 30 buah pernyataan yang merupakan penjabaran dari indikator.

3.5.3 Teknik Analisis Data
Data yang telah dikumpulaknan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan teknik analisis kuantitatif, dengan menggunakan tabel frekuensi (persentasi) dengan formulasi sebagai berikut:

Dimana:
P = Persentasi
f = Frekuensi
n = Banyaknya responden
100 = Bilangan tetap (Sudjana, 1996:45)
Kemudian untuk mengklasifikasikan analisis percaya diri siswa dalam menghadapi ujian, digunakan teknik analisis sebagai berikut:

Dimana:
P = Persentasi
Sr = Skor indikator/responden
Smin = Skor minimal yang mungkin dicapai
R = Selisih antara skor maksimal dengan skor minimal
Selanjutnya akan diklasifikasi sebagai berikut;
Skor Persentase Klasifikasi
75 % – 100% Selalu
50% - 75%Sering
25% - 50% Kadang-kadang
0% - 25% Tidak pernah

(Arikunto, 1996:244)